Keringat bermanik-manik di
wajahnya. Tubuhnya menggigil. Wajahnya yang tirus dan kuyu menyemburatkan rasa
sakit yang sangat. Napasnya pun tersengal-sengal. Di puncak rasa sakit yang tak
terperikan, anak muda yang sakaw (ketigahan narkoba), teringat pada Allah.
''Ya, Allah, sembuhkan aku dari rasa sakit ini, bebaskan aku dari jerat
narkoba,'' hatinya mengerung, memanjatkan doa.
Sekonyong-konyong, ia merasa ada
kesejukan, mengaliri jiwanya. Kesejukan itu bagaikan air yang merendam rasa
sakit pada jasmaninya.
Bimbim, demikian anak muda yang
sakaw itu, tak dapat melupakan pengalaman tersebut. Pengalaman itu, tak sekadar
membekas di bilik hatinya, tetapi memicunya untuk mendekatkan diri pada-Nya
sekaligus lebih menghayati agama Islam. Sepotong doa, baginya di puncak kritis,
menjadi obat yang mengeluarkannya dari jerat narkoba.
Bimbim, siapa tak mengenal nama
itu? Nama itu terpahat di benak para slanker, penggemar grup rock Slank. Bimbim
bersama personel Slank, seperti jamaknya bagi sebagaian rocker pada kala itu,
memang sempat menjadi budak narkoba. Narkoba bagaikan setan. Awalnya,
mengiming-iming kebebasan berekspresi dan kekayaan kreativitas, sehingga mereka
menggunakan narkoba untuk eksis di blantika musik Indonesia. ''Dulu dengan
menggunakan narkoba memang bisa membantu,'' kisah Bimbim.